Derita Perajin Tempe, Pernikahan Tertunda Sampai Muncul Istilah Babi China
sultra.jpnn.com, KENDARI - Naiknya harga bahan baku kedelai menjadi ujian bagi perajin tahu dan tempe. Tidak memproduksi salah. Membuat tahu dan tempe juga menjadi salah karena harus menambah modal lebih.
Suasana itulah yang dirasakan Yuti Haryanto. Perajin tempe asal Kota Depok, Jawa Barat ini menunda menikah. Uang yang dipersiapkan untuk membiayai pernikahannya dialihkan menyelamatkan bisnis tempe miliknya di tengah kenaikan harga kacang kedelai.
"Karena harga kacang kedelai mahal, terpaksa tabungan yang sudah saya siapkan untuk melamar dan menikah harus digunakan untuk menyelamatkan bisnis tempe saya," katanya Yuti.
Pria berusa 26 tahun itu bercerita, dalam waktu dekat ini dia akan melangsungkan pernikahan setelah lamaran. Namun niat duduk di pelaminan bersama dengan pujaan hatinya tertunda untuk sementara waktu karena harga kedelai yang melonjak.
Beruntungnya, keluarga dari pihak wanita juga berprofesi sebagai pengusaha tempe. Sehingga pihak keluarga wanita memahami kondisi yang dialami Haryanto, laki-laki yang sudah tiga tahun menggeluti usaha perajin tempe.
Bagaimana respons pemerintah terhadap kenaikan harga kedelai? Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi menyebutkan ada beberapa faktor yang membuat harga kedelai melonjak.
Pertama, diakibatkan restrukturisasi dari peternakan binatang di China. Tiongkok membuat kebijakan bahwa lima miliar babi diberi makan kedelai.
Kedua, terjadi La Nina yang sangat basah di Argentina dan Amerika Selatan.
Perajin tempe menuntut pemerintah menstabilkan harga kedelai harganya tidak menentu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Sultra di Google News