Mewariskan Bahasa Daerah ke Generasi Muda
Kedua, lanjut Firman, bahasa sebagai identitas. Ketiga, bahasa merupakan gudang sejarah. Keempat, bahasa merupakan media pengantar ilmu pengetahuan. Kelima, bahasa adalah sesuatu yang menarik misalnya sastra.
Ia menyebut, Bahasa Wolio, merupakan bahasa pemersatu (lingua franca) pada zaman Kesultanan Buton sehingga mempertahan menjadi penting dan seharusnya lebih mudah karena daerah penuturnya cukup luas.
Dalam Kesultanan Buton, selain penutur bahasa Wolio juga ada penutur bahasa-bahasa daerah, seperti bahasa Ciacia, bahasa Pulo, bahasa Moronene.
"Namun, bahasa Wolio sebagai bahasa ibu orang Wolio menjadi penting karena merupakan bahasa resmi Kesultanan Buton," jelasnya.
Menurutnya, saat ini Bahasa Wolio mengalami pergeseran sehingga perlu dipertahankan baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat yang lebih luas.
Pemateri lainnya, yakni Guru Besar Linguistik Universitas Indonesia Multamia R.M.T. Lauder menjelaskan bagaimana bahasa dan budaya membentuk ketangguhan komunitas.
Multamia, dalam paparannya banyak mengetengahkan bagaimana bahasa ibu menjadi penting di tengah masyarakat penuturnya.
Sebagai contoh, dalam penanganan kasus COVID-19 yang awalnya banyak informasi yang menggunakan istilah-istilah baru yang tidak dikenal masyarakat. Lalu, informasi itu diubah dengan menggunakan bahasa ibu.
Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara (KBST) menggalakkan diskusi terkait dengan cara mempertahankan dan mewariskan bahasa daerah kepada generasi muda.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Sultra di Google News